السلام عليكم ورخمة الله وبركاته
Ustadz… Saya mau bertanya, ada pasangan rumah tangga suaminya kelihatan santun sekali pada semua orang. Tapi pada istrinya kadang selalu menyakiti perasaan dan selalu menang sendiri kalau ada masalah selalu istrinya yang disalahkan. Padahal jelas-jelas kesalahan dari pihak suami (suami kadang juga suka ngatain anjing terhadap istrinya jika suami tersebut ketahuan salah dan selalu membalikan fakta, jika sudah mengatakan anjing maka bilang ke orang lain istrinya yang bilang, jika habis memukul istrinya dia bilang istrinya sendiri yang menjedotkan kepalanya sendiri dengan sesuatu). Pokoknya selalu saja membalikan fakta, sehingga membuat istrinya semakin marah dan merasa sakit hati jika istrinya bicara menuntut kebenaran dia bilang istrinya sakit jiwa dan kadang bilang istrinya kerasukan jin maka harus dirukyiah.
Intinya setiap ada kesalahan pada suaminya maka semua ditimpakan pada istrinya untuk menutupi kesalahannya dan wibawanya pada orang lain dia selalu menfitnah istrinya yang berbuat, padahal dia sendiri dan itu bagaimana ustadz?
Sekarang istrinya tidak bisa ngomomg apa-apa hanya bisa menangis dengan kelakuan suaminya. Memang beberapa kali di depan orang banyak suaminya kelihatan sayang dan seakan sangat bertanggung jawab.Tapi dibalik itu semua hanya topeng belaka.
Oleh: Ustadz Farid Nu’man Hasan
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Laa haulaa walaa quwwata illa billaah.. Ma’adzallah..
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
خيركم خيركم لأهله وأنا خيركم لأهلي
“Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap istrinya, dan aku yang terbaik terhadap istriku.” (HR. At Tirmidzi No. 3895, dari ‘Aisyah. Imam At Tirmidzi berkata: hasan shahih)
Apa yang diceritakan jika memang benar, sulit masuk akal terendah sekali pun. KDRT, memfitnah, berkata kasar, menjadi satu. Ada dua opsi bagi istri, yaitu bersabar, dan lipatkan kesabaran serta mendoakannya agar berubah, ulang-ulang terus. Atau, boleh baginya minta cerai jika sudah tidak sanggup lagi, sebab alasannya sudah syar’i. Hanya saja ini perlu dipikirkan lagi matang-matang.
Memanggil manusia, khususnya muslim, dengan nama hewan dengan maksud menghardiknya adalah diharamkan. Itu termasuk mencela dan menghina.
Hal ini, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tegaskan:
سباب المسلم فسوق و قتاله كفر
“Memaki-maki seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kufur.” (HR. Bukhari no. 48)
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
.. بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ ..
.. Cukuplah seseorang telah berbuat jahat, ketika dia menghina saudaranya sesama muslim .. (HR. Bukhari no. 2564)
Ibrahim An Nakha’iy Rahimahullah mengatakan:
كانوا يقولون: إذا قال الرجل للرجل: يا حمار، يا كلب، يا خنزير؛ قال الله له يوم القيامة: أتراني خلقت كلبا أو حمارا أو خنزيرا؟
Mereka (para sahabat) mengatakan: “Jika seorang berkata kepada orang lain: Wahai Keledai! Wahai Anjing! Wahai Babi! Maka pada hari kiamat nanti Allah Ta’ala akan berkata kepada dia: Apakah kau melihatku menciptakan dia sebagai Anjing, atau Keledai, atau Babi? (Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf no. 26102)
Pertanyaan Allah Ta’ala di atas, “Apakah kau melihatku menciptakan dia sebagai Anjing, atau Keledai, atau Babi?” Adalah pertanyaan untuk pengingkaran – istifham inkari, bukan Pertanyaan untuk dijawab.
Mujahid Rahimahullah, Beliau adalah pakar tafsir masa tabi’in salah satu murid terbaik Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma. Beliau berkata:
استسقى موسى، لقومه فقال: اشربوا يا حمير، قال: فقال الله له: لا تسم عبادي حميرا
Nabi Musa menuangkan air untuk kaumnya, lalu berkata: “Minumlah wahai keledai!” Maka Allah Ta’ala berkata kepadanya: “Jangan namakan hambaku dengan Keledai.” (Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf no. 26101)
Demikian. Wallahu a’lam
Dipersembahkan oleh : www.manis.id
Follow IG MANIS : https://www.instagram.com/majelis_manis/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D
Subscribe YouTube MANIS : https://youtube.com/c/MajelisManisOfficial
📱Info & Pendaftaran member : https://bit.ly/gabungmanis
💰 Donasi Dakwah, Multi Media dan Pembinaan Dhuafa An. Yayasan Manis No Rek BSM : 7113816637 Konfirmasi: wa.me/6285279776222 wa.me/6287782223130
Pada dasarnya setiap orang tidak suka dibohongi. Hati bisa menjadi sakit apabila dibohongi oleh orang lain, apalagi oleh suami sendiri. Sosok suami yang seharusnya membimbing dan memberikan contoh yang baik kepada istri dan anak-anak ternyata malah berkata dusta dan menimbulkan kekecewaan. Tentu sikap suami tersebut tidak terpuji dan tidak pantas untuk dilakukan.
Allah Swt. pun melarang manusia untuk berbohong. Hal tersebut ada dalam firman-Nya surah Al-Baqarah ayat 42 berikut ini:
“Dan janganlah kamu mencampuradukkan kebenaran dengan kepalsuan atau (janganlah kamu) menyembunyikan kebenaran sedang kamu mengetahuinya.” (Q.S. Al-Baqaroh: 42).
Pembohong Adalah Orang Munafik
Di dalam Islam, orang yang suka berbohong disebut sebagai orang yang munafik. Hal tersebut disampaikan oleh Rasulullah saw. dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari berikut ini:
“Tanda orang munafik ada tiga, pertama apabila berbicara berbohong, lalu apabila berjanji mengingkari atau menyelisihi janji, dan apabila diberi amanah berkhianat.”
Di dalam surah At-Taubah ayat 68, Allah Swt. memberikan balasan yang berat bagi mereka yang munafik. Allah Swt. berfirman:
“Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal.”
Baca Juga: Bolehkah Istri Bersedekah dengan Harta Suami?
Berbohong yang Dibolehkan
Meskipun berbohong dilarang oleh agama Islam, akan tetapi ada kondisi-kondisi tertentu yang membolehkan seseorang untuk berbohong. Berbohong di sini bukan untuk kejahatan, akan tetapi untuk nilai-nilai kemaslahatan.
“Aku tidak menganggapnya sebagai seorang pembohong. (Pertama), seorang laki-laki yang memperbaiki hubungan antara manusia. Ia mengatakan suatu perkataan (bohong), namun ia tidak bermaksud dengan perkataan itu kecuali untuk mendamaikan. (Kedua), seorang laki-laki yang berbohong dalam peperangan. Dan (ketiga), seorang laki-laki yang berbohong kepada istri atau istri yang berbohong kepada suami (untuk kebaikan).” (H.R. Abu Daud).
Dalam hadis yang lain, dibahas pula soal ini. Rasul saw. bersabda:
“Ada seseorang yang datang menemui Nabi saw. dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah aku berdosa jika aku berdusta kepada istriku?’” Nabi saw. pun menjawab, “Tidak boleh, karena Allah Ta’ala tidak menyukai dusta.” Lalu orang itu pun bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, (dusta yang aku ucapkan itu karena) aku ingin berdamai dengan istriku dan aku ingin senangkan hatinya.” Kemudian Nabi saw menjawab, “Tidak ada dosa atasmu.” (H.R. Al-Humaidi. Hadis ini dinilai sahih oleh Al-Albani dalam silsilah Ash-Shahihah).
Dari hadis di atas, contoh lainnya seorang suami diperbolehkan berbohong misalnya saat berbohong dengan makanan buatan istri. Karena suami ingin menyenangkan hati istrinya sekaligus menghargai masakan yang dibuat istrinya, maka suami berbohong mengatakan masakan istrinya enak.
Selain itu, contoh lainnya misalnya mengucapkan bahwa istrinya cantik dan menawan untuk membuat suasana hati sang istri membaik. Selama tidak untuk menipu dan berbohong untuk keburukan, maka tidak mengapa suami berbohong kepada istrinya.
Baca Juga: Kriteria Suami Saleh dalam Keluarga
Tidak Menjadikan Bohong Sebagai Kebiasaan
Meskipun berbohong untuk kebaikan itu dibolehkan, tetapi suami tidak boleh menjadikan berbohong sebagai kebiasaan. Misalnya, berbohong kepada istri ada pekerjaan di kantor sehingga harus pulang terlambat, padahal ia terlambat karena berkumpul dengan teman-temannya.
Berhati-hatilah karena berbohong untuk keburukan akan menggiring pelakunya kepada neraka.
Dari Ibnu Mas’ud r.a, ia berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, sedangkan kebaikan menuntun menuju surga. Sungguh seseorang yang membiasakan jujur niscaya dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemungkaran, sedangkan kemungkaran menjerumuskan ke neraka. Sungguh orang yang selalu berdusta akan dicatat sebagai pendusta.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Itulah penjelasan tentang hukum dibolehkannya seorang suami berbohong kepada istri. Mudah-mudahan bisa menambah wawasan keislaman baru bagi Sahabat.
Jangan lupa untuk mengunjungi infak.id dari Rumah Zakat untuk menunaikan infak hariannya. Dengan berinfak, maka kita pun bisa membantu orang lain yang sedang kesulitan. Yuk, berinfak melalui infak.id!
Perasaan kamu tentang artikel ini ?
Taat kepada suami menjadi sebuah kewajiban bagi seorang Muslimah yang telah menikah. Meski demikian, ketaatan istri kepada suami harus terlepas dari segala kemaksiatan. Dalam HR Ahmad, Nabi SAW pernah bersabda, "Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya:...
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.